Pohuwato – Nasir Giasi selaku ketua
Panitia Khusus (Pansus) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025 – 2029, prihatin dengan kondisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pohuwato yang masih minim.
Ia pun mendorong pemerintah mengoptimalkan penerapan perda objek pajak,agar pendapatan daerah dari sektor pajak bisa maksimal kembali.
“Termasuk optimalisasi penerapan Perda pajak daerah dan retribusi daerah,”tegas Ketua Pansus Nasir Giasi dalam Rapat Paripurna pembicaraan tingkat II, penandataganan berita acara persetujuan bersama terhadap ranperda RPJMD tahun 2025 – 2029. Selasa, 12 Agustus 2025, di DPRD Pohuwato.
Di tahun 2020 – 2024 saja, proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah hanya berkisar di angka 7.74 persen. Melalui Ketua Pansus Nasir Giasi, DPRD Pohuwato menilai bahwa kondisi tersebut mengindikasikan bahwa Pohuwato masih ketergantungan terhadap dana transfer dari pusat.
Aleg dari Fraksi Golkar itu mewakili DPRD Pohuwato mempertanyakan kontribusi investor dalam pembangunan daerah. Terlebih lagi ihwal Kontribusi PT Biomassa Jaya Abadi (BJA), Inti GlobalLaksana(IGL), Banyan Tumbuh Lestari (BTL). Dimana menurut pansus, perusahaan tersebut telah melakukan ekspor senilai USD 52 juta.
“Data dari BPKAD, kontribusi BJA -IGL – BTL, sebesar Rp 900 juta melalui Dana Bagi Hasil (DBH) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hasil Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang disetor dari produksi kayu yang ditebang,”papar Nasir
Nilai ekspor yang terbilang tinggi itu menurut Pansus DPRD, tidak sebanding dengan kontribusi perusahaan terhadap PAD Pohuwato. Pemerintah daerah pun diminta melakukan pengawasan terhadap proses penebangan kayu oleh PT IGL – BTL, sehingga kayu yang ditebang dalam proses pembukaan lahan dijamin dibayar PSDHnya.
Selain BJA Group, perusahaan sawit PT Loka Indah Lestari (LIL) juga tidak lepas dari sorotan DPRD Pohuwato. PT LIL kata Nasir tidak memiliki izin pemanfaatan kayu ( IPK).
” Sehingga semua kayu yang ditebang dalam proses pembukaan lahan tidak dibayar PSDHnya. Dari konfirmasi staf BKAD, pihak perusahaan mengatakan bahwa areal mereka sudah mengantongi Hak Guna Usaha (HGU), sehinga tidak perlu membayar PSDH,”ungkap Nasir
Padahal sesuai Peraturan Menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan, nomor P.52 tahun 2015 dinyatakan bahwa setiap kayu yang tumbuh alami meskipun di dalam HGU tetap dikenakan PSDH/DR.









