SERIKAT.ID – Sejarah kelam bumi panua terjadi disaat rakyat menuntut hak hidup di tanah leluhur. Ditanah yang memberi kehidupan kepada mereka dan kepada orang lain dengan istilah perputaran ekonomi.
Saling memberi manfaat antara penambang dan penjual di pasar, meningkatkan pendidikan dari orang tua yang bekerja sebagai penambang kepada anak kelak berdinas dan menjadi tokoh, terbiasa menaiki sepeda beralih ke alat tranfortasi menggunakan mesin, baik roda dua hingga roda empat, dari tempat tinggal yang kumuh ke rumah yang layak di tempati.
Itulah sebagian alasan mereka mempertahankan apa yang menjadi hak dikala mereka di “paksa” untuk keluar.
Meski harus bertahan pada profesi penambang, sebagian besar dari mereka telah rela melepas tanah yang telah memberi kehidupan. Hal ini terlihat dari jumlah proposal yang di verifikasi oleh satgas terdapat 2.135 titik lokasi.
Dengan adanya proposal itu, bisa dilihat mereka ikhlas melepas tanah leluhur dengan nilai kemanusiaan, bukan nilai ganti rugi atau tali asih berkisar terendah Rp 2.500.000 hingga Rp 5.000.000.
Unras 21 september lalu,Aksi paling tragis hingga menjadi tragedi bersejarah.Amarah rakyat dalam hati terlihat dari kepulan asap hitam yang tebal.
Ibarat gunung merapi, pasti ada peringatan sebelumnya dari petugas pemantau, bahwa gunung ini akan meletus. Begitu pula dengan unras yang berakhir terbakarnya kantor bupati. sebelumnya telah di lakukan aksi yang serupa dengan tuntutan tak beda jauh.
Berikut tuntutan mas, antara Lain :
- Kembalikan Hak (Lokasi) warisan leluhur masyarakat penambang pohuwato.
- Hentikan aktifitas di atas tanah warisan leluhur masyarakat penambang pohuwato.
- Selesaikan seluruh apa yang jadi hak kami atas lokasi 2.135 titik sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, jika tidak di selesaikan maka,
- Kembalikan IUP OP 316 milik kami masyarakat penambang pohuwato.
*Admin*