POHUWATO (GOL) – Belum juga usai persoalan alih profesi penambang, kini mereka menghadapi masalah baru,dimana pedagang emas di bumi panua enggan membeli emas dari para penambang lokal atau kabilasa.
Salah satu pedagang di pohuwato mengaku takut membeli emas dari para penambang lokal karena menurut pengakuannya ia telah beberapa kali di panggil dan di periksa sebagai saksi atas jual beli emas bersumber dari tambang tanpa ijin.
Media sosialpun jadi tempat curhat Mereka, entah apa yang terjadi di bumi panua,kemana para pengambil kebijakan atas nama rakyat.
Dikutip dari postingan warga di akun media sosial Facebook Iski Ulyas yang mempertanyakan kondisi penambang saat ini yang tak seleluasa seperti di hari sebelumnya dalam hal penjualan emas hasil kerja mereka.
“Sebenarnya knpa ini kasiang eeeee, orang yang tidak berijasa yang cuma bisa b ambe emas di tambang sana, kong emas dimarisa sini, so tidak ada yang m ba beli, atiolo kita pe kaka, ati olo kita pe ade2 kita pe om, yg dorang pe mata pencaharian cuma di tambang, dorang mo bayar utang m pake apa ati, astaga”, curhat di media sosial
Kondisi ini tak bisa di biarkan,sebab akan mengakibatkan harga emas penabang lokal anjlok, mereka yang mempertaruhkan nyawa dan merendam badan seharian di dalam air harus bisa mendapatkan bayaran yang sesuai.
Sungguh 78 Tahun Indonesia merdeka, penambang Pohuwato kian terjepit masalah regulasi dan kebijakan.
Jika proposal alih profesi penambang di ambil alih dan di perjuangkan oleh FORKOPIMDA ke pihak perusahaan, lalu bagaimana nasib para Kabilasa yang saat ini tak ada lagi yang membeli emas mereka?, Harapan mereka kembali ada pada pengambil kebijakan.
Jika masalahnya ada pada legal dan ilegal, semestinya para penambangpun sadar bahwa pemerintah telah memberi ruang untuk mengelola kandungan bumi dengan cara melakukan pengurusan ijin pertambangan Rakyat (IPR) di wilayah pertambangan Rakyat (WPR) yang telah di ketuk oleh pemerintah.
Di Pohuwato terdapat kurang lebih 21 wilayah WPR, 5 di antaranya bisa dilakukan pengurusan ijin pertambangan Rakyat (IPR), Namun lagi-lagi peluang ini belum juga di manfaatkan oleh para penambang lokal.*****